awas wabah diabetes retina!
Tidak seorangpun mengharapkan hilangnya kemampuan melihat. Namun, akibat gaya hidup yang kurang sehat dan pola hidup sedenter (kurang olahraga), penyakit seperti diabetes tidak bisa dihindari sehingga mewabah di seluruh dunia.
Diabetes menjadi persoalan banyak orang. Apalagi penyakit ini kerap menimbulkan komplikasi yang tak jarang merepotkan penderitanya. Salah satu komplikasi yang kerap dialami adalah munculnya diabetic retinopathy (komplikasi diabetes pada retina), glaukoma, dan gangguan pada retina pusat (macula) yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan hingga kebutaan.
Dr Ian Yeo Yew San, spesialis mata yang menjabat sebagai konsultan di Singapore National Eye Centre yang tergabung dalam layanan wisata sehat, FlyFreeForHealth, mengatakan, "Diabetes pada retina merupakan penyebab kebutaan paling umum pada orang dewasa, khususnya mereka yang bekerja di negara berkembang."
Sebanyak 80 persen kasus kebutaan pada manusia seharusnya dapat dihindari. Sering kali, hal itu disebabkan oleh komplikasi diabetes dan kondisi medis lainnya. Semakin lama terkena diabetes, semakin tinggi kemungkinan pembuluh darah mata semakin rusak.
Sekitar 60 persen pasien yang menderita diabetes selama 50 tahun atau lebih, akan mengalami kerusakan pembuluh darah pada mata, dan satu persen diantaranya berisiko mengalami kebutaan.
Menurut National Health Survey pada tahun 2004 di Singapura, 8,9 persen pria dan 7,6 persen wanita terkena diabetes. Angka penyakit diabetes di India berada di peringkat tertinggi, yaitu 15,3 persen, Malaysia 11 persen, dan China 7,1 persen. Statistik tersebut tentu dapat menjadi panduan bagi negara Asia lainnya. Perawatan yang sukses untuk retinopati diabetik bergantung pada deteksi dini dan jenis perawatannya.
Retinopati Diabetik Penyebab Kebutaan Utama Penderita Diabetes
Retinopati diabetik merupakan penyebab utama kebutaan pada penderita diabetes di seluruh dunia, disusul katarak. Bila kerusakan retina sangat berat, seorang penderita diabetes dapat menjadi buta permanen sekalipun dilakukan usaha pengobatan.
Diabetes melitus atau kencing manis merupakan penyakit metabolik. Penyakit ini ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) akibat kurangnya kadar hormon insulin dalam tubuh.
Kadar gual darah yang tinggi secara terus-menerus selama bertahun-tahun dapat menimbulkan komplikasi, terutama pada mata, jantung dan ginjal. Komplikasi diabetes pada mata dapat menimbulkan kebutaan, yang sebenarnya dapat dihindari (avoidable blindness) dengan manajemen diabetes yang baik, meliputi diet ketat, olahraga, obat-obatan, mengontrol penyakit penyerta, seperti hipertensi dan kadar kolesterol tinggi, serta menghentikan kebiasaan merokok.
Retinopati diabetik merupakan penyebab utama kebutaan pada penderita diabetes di seluruh dunia, disusul katarak. Pada retinopati diabetik secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata sehingga mengalami kebocoran. Akibatnya, terjadi penumpukan cairan (eksudat) yang mengandung lemak serta pendarahan pada retina. Kondisi tersebut lambat laun dapat menyebabkan penglihatan buram, bahkan kebutaan. Bila kerusakan retina sangat berat, seorang penderita diabetes dapat menjadi buta permanen sekalipun dilakukan usaha pengobatan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2004 melaporkan, 4,8 persen penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat retinopati diabetik. Dalam urutan penyebab kebutaan secara global, retinopati diabeteik menempati urutan ke-4 setelah katarak, glaukoma, dan degenerasi makula (age-related macular degeneration/AMD).
Diestimasi bahwa jumlah penderita diabetes di seluruh dunia akan meningkat dari 117 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. Di Asia diramalkan diabetes akan menjadi "epidemi", disebabkan pola makan masyarakat Asia yang tinggi karbohidrat dan lemak disertai kurang berolahraga. Akibatnya, kebutaan akibat retinopati diabetik juga diperkirakan meningkat secara dramatis.
Belum Ada Data Resmi
Data resmi jumlah penderita retinopati diabetik di Indonesia belum ada. Dalam Survey Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI tahun 1995, kelainan ini belum didefinisikan dan masih dimasukkan ke dalam "kebuataan lain-lain" sebanyak 28 persen.
Data Poliklinik Mata RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang tidak dipublikasikan menunjukkan bahwa retinopati diabetik merupakan kasus terbanyak yang dilayani di Klinik Vitreo-Retina. Dari seluruh kunjungan pasien Pliklinik Mata RSCM, jumlah kunjungan pasien dengan retinopati diabetik meningkat dari 2,4 persen tahun 2005 menjadi 3,9 persen tahun 2006.
Angka kejadian retinopati diabetik dipengaruhi tipe diabetes melitus (DM) dan durasi penyakit. Pada DM tipe 1 (insulin dependent atau jvenile diabetes mellitus), yang disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas, umumnya pasien berusia muda (kurang dari 30 tahun), retinopati diabetik ditemukan pada 13 persen kasus yang sudah menderita DM selama kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 90 persen setelah DM diderita lebih dari 10 tahun.
Pada DM tipe 2 (non-insulin dependent diabetes mellitus), yang disebabkan oleh resistennya berbagai organ tubuh terhadap insulin (biasanya menimpa usia 30 tahun atau lebih), retinopati diabetik ditemukan pada 24-40 persen pasien penderita DM kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 53-84 persen setelah menderita DM selama 15-20 tahun.
Secara klinis retinopati diabetik dibedakan atas non-proliferative diabetic retinopathy (NPDR) dan proliferative diabetic retinopathy (PDR). NPDR atau tahap awal yang lebih ringan ditandai dengan kebocoran pembuluh darah, perdarahan retina, dilanjutkan dengan penutupan (oklusi) kapiler darah retina. Retina mengalami kekurangan suplai oksigen dan nutrisi dari darah.
Terjadilah tahap lanjut, yaitu PDR, karena retina yang sudah iskemik atau pucat tersebtut bereaksi dengan membentuk pembuluh darah baru yang abnormal (neovaskular). Neovaskular atau pembuluh darah "liar" ini merupakan ciri PDR dan bersifat rapuh serta mudah pecah seingga sewaktu-waktu dapat berdarah ke dalam badan kaca yang mengisi rongga mata (perdarahan badan kaca atau pendarahan vitreus), menyebabkan pasien mengeluh melihat floaters (bayangan benda-benda hitam melayang mengikuti pergerakan mata) atau mengeluh mendadak penglihatannya terhalang.
Sering kali pasien retinopati diabetik tidak mengalami tanda dan gejala sekalipun sudah dalam tahap PDR yang berat sampai terjadi perdarahan badan kaca. Penyebab gannguan penglihatan lainnya pada retinopati diabetik adalah bengkak atau menumpuknya cairan di daerah pusat retina, yaitu makula, suatu kondisi yang disebut edema makula.
Akibat edema makula, pasien mulai mengalami kesulitan membaca, menulis, menonton televisi, atau mengenali muka orang. Jaringan neovaskular yang terus bertumbuh (proliferatif) pada PDR juga dapat berpotensi menarik retina hingga terlepas dan robek (ablasi retina). Ablasi retina pada retinopati diabetik berakibat kebutaan dan umumnya sulit ditangani.
Sering kali pasien retinopati diabetik tidak mengalami tanda dan gejala sekalipun sudah dalam tahap PDR yang berat sampai terjadi perdarahan badan kaca. Penyebab gannguan penglihatan lainnya pada retinopati diabetik adalah bengkak atau menumpuknya cairan di daerah pusat retina, yaitu makula, suatu kondisi yang disebut edema makula.
Akibat edema makula, pasien mulai mengalami kesulitan membaca, menulis, menonton televisi, atau mengenali muka orang. Jaringan neovaskular yang terus bertumbuh (proliferatif) pada PDR juga dapat berpotensi menarik retina hingga terlepas dan robek (ablasi retina). Ablasi retina pada retinopati diabetik berakibat kebutaan dan umumnya sulit ditangani.
Mencegah Diabetes Retinopati Sedini Mungkin
Prinsip utama dalam menangani retinopati diabetik adalah pencegahan dengan deteksi dini sebelum terjadi gannguan penglihatan yang berat. Walaupun belum mengeluh dan tanpa melihat berapa lama pasien menderita diabetes, seorang pasien harus dirujuk ke dokter mata untuk menjalani pemeriksaan mata awal (skrining). Apabila retinopati diabetik sudah teridentifikasi, dilakukan manajemen sedini mungkin bagi penderita dengan melakukan pemeriksaan mata secara berkala, minimal satu kali dalam setahun.
Dalam pemeriksaan, mata akan ditetes supaya pupil menjadi lebih lebar dan dokter mata dapat mengamati retina secara seksama. Sebaiknya dilakukan untuk dokumentasi dengan foto fundus, atau pencitraan lain yang diperlukan.
Terapi utama pada retinopati diabetik adalah tindakan fotokoagulasi laser pada retina. Tindakan laser bertujuan menutup kebocoran pembuluh darah retina, mengurangi edema makula, dan mencegah timbulnya rangsang unuk pembentukan neovaskular. Secara umum, tindakan laser pada retina yang dibarengi dengan manajemen diabetes yang baik dapat mengurangi risiko buta hingga 90 persen.
Bedahan vitrektomi, yaitu tindakan bedah mikro yang bertujuan membersihkan perdarahan badan kaca, membebaskan retina dari segala tarikan akibat pertumbuhan neovaskular dan mengaplikasikan sinar laser secara langsung di dalam bola mata. Pada kasus-kasus PDR, vitrektomi dapat mencegah kehilangan penglihatan yang lanjut. Terapi lain yang baru berkembang dalam dekade terakhir adalah pemberian obat, seperti golongan kortikosteroid dan Anti-VEGF (vascular endothelial growth factor), yang bertujuan mengurangi edema makula dan menghentikan pertumbuhan neovaskular.
Penting untuk diketahui, seringkali segala tindakan tersebut tidak dapat mengembalikan penglihatan yang sudah hilang. Kadang kala, segala tindakan tersebut hanya dapat mencegah perburukan lebih lanjut.
Komplikasi diabetes, termasuk kebutaan, dapat dicegah dengan kontrol yang baik dan deteksi dini untuk identifikasi penyakit dan terapi seawal mungkin. Untuk skrining diabetes dan retinopati diabetik perlu dikembangkan strategi yang tepat, sebagai contoh di India, dijalankan skrining dengan telemedicine.
Komplikasi Pada Mata yang Biasa Terjadi Adalah Retinopati Diabetes dan Katarak
Untuk retinopati diabetes, kebanyakan pengidap diabetes tidak mengenali gejalanya. Sehingga saat datang ke dokter spesialis mata sudah dalam kondisi lanjut. Padahal untuk menyadari tanda gangguan tidaklah sulit. Pasien hanya perlu sering membandingkan fungsi mata kiri dan kanannya. Caranya dengan melihat satu objek secara bergantian antara mata kiri dan mata kanan.
Jadi, tutup mata kiri Anda dan pandanglah satu objek dengan mata kanan, begitu pula sebaliknya. Begitu ada perubahan, anda bisa segera mengenalinya. Kalau selalu melihat dengan dengan dua mata terbuka dan tidak pernah dilatih satu mata, maka bila satu mata kurang berfungsi, pasien tidak akan mengetahuinya.
Ketidakmampuan itu disebabkan orang jarang melakukan pemeriksaan mata atau jarang membandingkan kemampuan penglihatannya dengan temannya. Karena itu, pasien diabetes disarankan untuk memeriksakan mata setidaknya enam bulan sekali. Jangan menunggu sampai retina terganggu. Bila sudah terganggu bisa menyebabkan kebutaan dan kebutaan pada diabetes tidak bisa dikoreksi.
Selain pemeriksaan mata dan gula darah secara berkala, penggunaan kacamata pelindung, topi, dan konsumsi makanan yang mengandung antioksidan, juga bisa mengurangi risiko katarak. Mengapa harus bertopi dan berkacamata? Pada gelombang cahaya matahari terdapat komponen yang bisa merusak sel, seperti ultraviolet. Penggunaan kacamata pelindung akan mengurangi efek toksik tadi.
Ketidakmampuan itu disebabkan orang jarang melakukan pemeriksaan mata atau jarang membandingkan kemampuan penglihatannya dengan temannya. Karena itu, pasien diabetes disarankan untuk memeriksakan mata setidaknya enam bulan sekali. Jangan menunggu sampai retina terganggu. Bila sudah terganggu bisa menyebabkan kebutaan dan kebutaan pada diabetes tidak bisa dikoreksi.
Selain pemeriksaan mata dan gula darah secara berkala, penggunaan kacamata pelindung, topi, dan konsumsi makanan yang mengandung antioksidan, juga bisa mengurangi risiko katarak. Mengapa harus bertopi dan berkacamata? Pada gelombang cahaya matahari terdapat komponen yang bisa merusak sel, seperti ultraviolet. Penggunaan kacamata pelindung akan mengurangi efek toksik tadi.
Berbagai Faktor Risiko Perkembangan Retinopati Diabetes
Berikut ini beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya perkembangan retinopati diabetes.- Lamanya mengidap diabetes. Pasien IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) atau yang bergantung pada insulin, tidak mengalami retinopati pada lima tahun pertama penyakitnya. Tahun lamanya mengidap diabetes sebelum masa pubertas tidak masuk dalam perhitungan.
- Kontrol gula darah. Pengawasan ketat atas gula darah dapat memperlambat perkembangan terjadinya retinopati.
- Hubungan dengan ginjal. Proteinuria, meningkatnya urea nitrogen darah dan kreatinin darah merupakan indikator yang cukup baik untuk memprediksikan terjadinya retinopati. Mikroalbuminuria juga mengindikasikan tingginya risiko perkembangan retinopati yang cepat.
- Kehamilan. Wanita yang hamil tanpa terjadi retinopati, mempunyai 10 persen risiko untuk berkembangnya retinopati. Wanita yang mengalami retinopati pada saat hamil akan menunjukkan peningkatan, namun setelah kelahiran akan terjadi penurunan kembali. Sekitar 4 persen wanita dengan latar belakang retinopati akan berlanjut menjadi retinopati proliferatif. Wanita yang melakukan perawatan retinopati proliferatif, biasanya kondisinya tidak akan memburuk selama masa kehamilan.
0 komentar:
Post a Comment