Home » » Kontrol diabetes dengan daun salam

Kontrol diabetes dengan daun salam

daun salam pengontrol diabetes
Dibalik manfaatnya sebagai bumbu dapur, ternyata daun salam (lihat wikipedia) memiliki khasiat sebagai obat herbal. Jangan pernah menyia-nyiakan daun salam (Syzygium polyanthum). Sebab, selain untuk bumbu penyedap, daun salam juga berkhasiat sebagai tanaman obat. Setidaknya ada lima jenis penyakit yang dapat diatasi dengan daun salam, yakni maag, diare, diabetes melitus (DM), hiperkolesterolemia, dan hipertensi.

Untuk maag dan hipertensi memang belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Penggunaannya masih didasarkan pada keyakinan turun temurun, tetapi untuk diabetes, khasiatnya dapat dibuktian secara medis.

Daun salam mengandung minyak atsiri khususnya sitral dan eugenol, juga mengandung tanin serta flavonoid. Minyak atsiri dalam daun salam berkhasiat sebagai antibakteri dan penetral racun. Merujuk pada beberapa hasil penelitian, minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare, yaitu E. coli dan S. aureus. Adapun tanin berkhasiat sebagai astringent yang berfungsi melapisi dinding mukosa usus dari rangsangan isi usus.

Beberapa penelitian menunjukkan, dengan kromatografi lapis tipis disimpulkan bahwa minyak atsiri daun salam terdiri dari seskuiterpen lakton yang mengandung fenol. Konsentrasi terkecil minyak atsiri yang mampu menghambat pertumbuhan E. coli adalah 40%, sedangkan terhadap S. aureus sekitar 5%.

Uji mikrobiologi menggunakan metode cakram menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun salam dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, Vibrio cholera, dan Salmonella sp. 

Kontrol Diabetes

Secara tradisional masyarakat sesungguhnya telah lama memanfaatkan daun salam untuk mengontrol diabetes. Sayang, pemanfaatan itu tanpa disertai perhitungan dosis yang tepat.

Penelitian awal yang dilakukan Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada menunjukkan, ekstrak air daun salam memiliki efek hipoglikemik (menurunkan kadar gula darah) pada tikus penderita DM yang tidak tergantung pada insulin, sedangkan pada tikus penderita diabetes melitus yang tergantung pada insulin tidak nampak efek hipoglikemik.

Penelitian lain adalah pengaruh pemberian infus daun salam terhadap kadar glukosa darah kelinci. Dilaporkan bahwa infus daun salam dengan dosis 175mg/kg berat badan kelinci dapat menurunkan kadar glukosa darah kelinci.

Penelitian terbaru dilakukan oleh tim peneliti Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung, yang dipimpin oleh Dr. Asep Gana Suganda. Asep dan timnya melakukan penelitian terhadap ekstrak etanol 50 %, kemudian dilakukan penilaian parameter hipogilkemik serta karakterisasi ekstrak dan simplisia.

Uji preklinik dilakukan terhadap khasiat serta toksisitas akut dan subkronik pada tikus. "Hasil uji preklinik terhadap manfaat dan toksisitas menunjukkan ekstrak tersebut aman," kata Asep.

Karena itu, penelitian dilanjutkan ke tahap berikutnya, yakni uji klinik terhadap manusia. Untuk uji klinik itu, tim ITB bekerja sama dengan tim Divisi Metabolik-Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung. Uji Klinik tersebut dilakukan sekitar satu tahun dan dipimpin Prof. DR. Dr. Sri Harini KS Kariadi, SpPD-KEMD.

Hasil uji klinik tersebut menunjukkan, ekstrak daun salam ternyata mempunyai efek hipoglikemik pada penyandang DM yang kadar gula darahnya dibawah 200 mg/dl. Jika digunakan untuk penyandang DM yang kadar gula darahnya melebihi 200 mg/dl, ekstrak daun salam justru tidak memberi efek signifikan.

Menurut asep, pada penyandang DM yang kadar gula darahnya di bawah 200 mg/dl, dosis yang digunakan adalah 250 mg 3 kali sehari.

Asep mengungkapkan, dimasa depan, uji klinik terhadap khasiat daun salam akan terus ditingkatkan, tidak hanya melalui ekstraksi, melainkan juga fraksinasi.

0 komentar:

Post a Comment