Bulan Ramadhan biasanya disambut penuh bahagia. Namun bagi sebagian penderita Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis, menjalankan ibadah puasa kadang sangat menyulitkan. Lantas, apakah penderita DM boleh berpuasa?
Diabetes
Mellitus merupakan penyakit kronis (menahun) yang terjadi akibat
gangguan hormon insulin dalam tubuh. Hormon ini berfungsi untuk
mengatur kadar gula darah agar tidak terlalu tinggi. Karena, kadar gula
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan berbagai gangguan, terutama pada
pembuluh darah dan syaraf.
Gejala DM sangat bervariasi
dan mungkin sama sekali tidak bergejala. Biasanya hanya muncul gejala
ringan atau gejala cukup berat. Pada DM tipe pertama, gejala klasiknya
adalah sering kencing (poliuria), sering merasa haus (polidipsi), badan
menjadi kurus dan sering kelelahan. Sementara penderita DM tipe kedua,
mengalami gangguan komplikasi pada mata, gagal ginjal, sering
kesemutan pada jari tangan dan kaki, gairah seks menurun dan lain-lain.
Sementara
berdasarkan ketergantungan pada insulin, DM di bagi menjadi dua tipe.
Penderita DM tipe pertama sangat membutuhkan tambahan insulin dari luar
tubuh. Biasanya disuntikkan. Sedangkan penderita DM tipe kedua tidak
tergantung pada insulin.
Boleh Berpuasa
Berkaitan dengan risiko yang mungkin terjadi, tidak setiap penderita DM boleh menjalankan ibadah puasa.
Yang dikhawatirkan adalah risiko terjadinya hipoglikemia (kadar gula
darah di bawah normal) akibat tidak adanya asupan makanan selama
berpuasa. Atau risiko hiperglikemia (kadar gula darah berlebihan) karena
makan yang berlebihan setelah berbuka puasa.
“Penderita DM dapat
mengontrol kadar gula darahnya hanya dengan merencanakan pola makanan
yang tepat dan olehraga yang cukup. Kalau hal ini bisa dilakukan,
penderita DM boleh menjalani ibadah puasa. Demikian pula dengan
penderita DM yang memerlukan obat-obatan untuk mengontrol kadar gula
darahnya. Mereka boleh berpuasa, dengan catatan harus
melakukan perubahan pola makan, memperbanyak aktivitas fisik dan jadwal
minum obat yang rutin,” kata dr F Eliana Taufik SpPD, Ahli Penyakit
Dalam RS Mitra Kemayoran, Jakarta.
Namun, sebelum penderita DM
menjalani puasa, sebaiknya mereka memeriksakan diri ke dokter untuk
mengukur kadar gula darah. Cara ini dilakukan agar bisa mengendalikan
kadar gula darah. Yang dimaksud dengan kadar gula darah terkendali
adalah kadar gula darah di pertahankan kurang dari 110
miligram/desiliter darah selama puasa dan 160 miligram/desiliter darah
setelah berbuka puasa.
Eliana menambahkan, kondisi gula darah
tidak seimbang jika pasien terus-menerus mengkonsumsi makan yang banyak
mengandung gula. Jika pasien memiliki disiplin diri dengan tidak
mengonsumsi makanan manis dalam jumlah banyak, maka pasien tak akan
mengalami gangguan berarti. Mereka bisa tetap menjalani puasa dengan
baik, tanpa harus takut kadar gula darahnya meningkat.
Namun bagi
penderita diabetes lanjut Eliana, harus segera membatalkan puasa jika
terjadi hipoglikemi. Tanda-tanda terjadinya hipoglikemi yang dapat
diamati seperti tampak gelisah, berkeringat dingin, bingung, gemetar,
jantung berdebar-debar, kesemutan pada lidah atau bibir dan mengalami
penglihatan ganda. Bila dibiarkan berlanjut, dapat terjadi
kejang-kejang dan terjadi penurunan kesadaran hingga mengalami koma.
Biasanya, hipoglikemi terjadi pada sore hari, saat menjelang berbuka puasa.
Sementara penderita hiperglikemi
akan mengalami gejala seperti, sering kencing (poliuria), sering
merasa haus (polidipsi), badan menjadi kurus dan sering kelelahan.
Namun kalau sudah kronis, biasanya penderita mengalami gangguan daya
penglihatan, sering merasa kesemutan pada jari tangan dan kaki,
penurunan gairah seks dan gagal ginjal. Kondisi ini biasanya terjadi
setelah berbuka puasa. Karena terlalu banyak zat gula yang masuk ke
dalam tubuh lewat makanan.
Jadi, jika Anda mengetahui ada teman,
kerabat atau keluarga yang mengalami gejala seperti itu, segera
dilarikan ke rumah sakit. Pada kondisi ini, harus ada intervensi media
untuk menurunkan kadar gula darah. Karena orang awam tidak bisa
melakukannya.
0 komentar:
Post a Comment